Cerpen:Karya Akila Amanda Harke.(Mencari CCTV)

Hukrim513 Dilihat


Jalanan terlihat ramai – padat. Serpihan dari kaca – kaca spion juga masih tersisa. Mereka tiba di TKP tersebut, pelaku penabrakan Haikal udah berhasil malarikan diri, banyak kerumanan yang terjadi saat sejam yang lalu.

“Semoga ada cctv di sekitaran sini, biar bisa ngebantu kita gimana kronologi kejadiannya.” Zajri melajukan kendaraannya dengan kecepatan 20km/jam.

“Eh liat itu! itu cctv di toko klontong itu.” Salah satu teman Zajri yang ikut dengannya melihat ada cctv di sebuah toko.

“Mantab, tunggu apalagi kita permisi sama orangnya minta izin liat rekaman cctvnya sekarang.” Tanpa basa basi mereka melajukan motor mereka masing – masing ke toko tersebut.

Toko itu sedang ramai oleh para pembeli, tapi mereka tetap yakin ingin meminta izin.

“Permisi Bu.” Sapaan Zajri.

“Iya dek, mau beli apa!” Ibu toko klontong itu menyahut sapaan Zajri.

“Maaf, Bu, mengganggu tapi kami kesini bukan untuk belanja, kami kesini mau minta izin sama ibu lihat rekaman cctv kira – kira se jam yang lalu.” Zajri dan yang lainnya meminta izin dengan sopan tanpa mengganggu jalannya hilir mudik pembeli.

“Waduh gimana ya dek tapi__.” Ibu toko klontong itu yang belum selesai berbicara sudah di potong oleh Zajri.

“Di mohon kerja sama nya, Bu, soalnya yang tadi kecelakaan itu adalah teman kami. Dia korban tabrak lari, Bu.”

“Bukan itu maksud saya, makanya dengarin sampai selasai, bukannya saya gamau bantu tapi camera cctv itu udah ga berfungsi lagi dek, udah rusak. Tapi saya ikut prihatin atas kejadian itu pada teman kalian.” Ibu toko klontong itu menjelaskan sambil merapikan barang – barang dagangannya.

“Ooh jadi rusak ya, Bu!” Dengan muka terketuk kecewa. “Yasudah terima kasih ya, Bu.

Tak putus sampai disitu, mereka kembali melajukan kendaraan sambil melihat – lihat sekitar berharap menemukan cctv kembali, terlihat juga ada mobil polisi yang terparkir di pinggir jalan, mengatur arus jalanan agar mengurangi kemacetan serta garis polisi udah di pasang pada tempat kejadian. 5 menit berlalu bersamaan dengan padatnya jalanan salah satu teman Zajri melihat cctv sedikit tersembunyi di pojok canopy rumah bertingkat 2 berwarna putih.

Mereka memutuskan untuk menghentikan kendaraan di pinggir rumah putih bertingkat 2 tersebut, terlihat ada 2 ekor anjing. Sepertinya anjing itu memang sengaja di lepas agar rumah lebih aman. Pos securitynya juga lengang, tak ada security yang sedang duduk berjaga ataupun pelayan rumah yang sedang membersihkan halaman.

Daniel menatap menggelidik rumah putih bertingkat 2 itu. “Kita yakin akan masuk meminta izin ke rumah ini! Tanyanya ragu memastikan.

“Tak ada jalan alternatif lain hanya ini yang mungkin bisa jadi bukti.” Zajri meyakinkan. “Kita akan meminta baik-baik.”

Salah satu teman Zajri yang melihat cctv tersebut berjalan lebih dulu dengan santai. “Tenang, selama kita tak mengajaknya bermain kejar – kejaran itu udah lebih dari cukup.”

“Siapa pula yang ingin bermain bersama hewan galak menakutkan seperti itu, kecuali ia kucing rumahan yang lucu.” Daniel terlihat sebal.

Zajri hanya tertawa pelan.

Teman Zajri yang melihat cctv tersebut menjelaskan. “Maksudku bukan begitu, anjing memiliki naluri alami sebagai hewan buas. Tindakan ini mereka lakukan sebagai perlindungan terhadap diri ataupun wilayahnya. Biasanya orang yang dikejar adalah mereka yang asing di mata anjing sehingga dianggap ancaman. Aku dulu pernah di ajari oleh pamanku saat perkenalan dengan pet nya untuk membantunya berburu, awalnya memang sulit tapi siapa sangka kini dia juga bisa kuanggap sebagai pet ku juga.” Ia berjalan menekan bel rumah berharap ada yang keluar.

Kening Daniel mengkerut mendengar jawabannya, untuk pertama kalinya temannya itu berkata bijak, tapi Zajri tak terlalu menganggapi, ia justru menyusul temannya yang sedang menekan bel rumah putih bertingkat 2 tersebut.

***

Tania memberikan segelas chocolate dingin.“Abang tak perlu risau, semuanya udah di atur sama Allah.”

“Pluh.” Kenzi menghembuskan nafas pelan.

“Eh iya udah tak terasa aja kalau besok pertandingannya bakal dimulai ya, Bang.” Tania mencoba mengajak abangnya mengobrol.

“Iya, Tan. Nanti abang mau nyusul teman – teman ke tempat latihan mereka.”

Tania mengangguk. “Jadi ga sabar buat liat pertandingannya besok deh, Bang, pasti seru.”

Kenzi hanya tersenyum. Sepertinya abangnya tersebut tak selera diajak mengobrol.

“Yasudah, Tania tinggal ya, Bang.” Ia keluar dari kamar abangnya tersebut.

“Handphone aku dimana ya, tadi perasaan disini deh.” Kebingungan mencari di ruang tamu ia masuk ke kamar. “Yaampun ternyata disini.”

“Hmm, tadi Zajri beneran lagi nge jenguk temannya atau ngintilan aku ya.” Tiba – tiba ia teringat kejadiannya tadi. Ia membuka layar handphonenya menuju room chat Bunga. “Anak ini selalu aja setiap saat membuka handphonenya.” Terlihat disana, terakhir di liat pukul 15.15 WIB.

“Bungaaaa.”

“Bungaa, aku jadi kepikiran terus tentang dia.”

“Dia beneran lagi ngejenguk temannya yang sedang sakit?”

“Atau malah lagi ngintilan kita!”

Tak cukup hanya satu bubble, ia mengirimkannya berkali – kali apalagi pada saat sekarang, saat hatinya dipenuhi kegirangan.

Selang beberapa menit, pada saat Tania membuka platfrom medsos lain, baru muncul balasan dari Bunga. “Yaampuan, bisa – bisanya aku punya teman sepede ini.” Lalu di tambah dengan emoticon ekspresi yang mendukung balasan Bunga.

Tania langsung menekan notifikasi pesan Bunga. “Kepedean! Maksdunya!”

Kini Bunga terlihat online. “Iya, kepedean. Tadi waktu aku pulang, aku beneran liat dia lagi nungguin temannya di depan kamar, ruang ICU.. ya ruang ICU lho, Tan. Kamu tau kan keadaan pasien klo sedang di rawat di ruang itu!”

Tania terdiam sejenak dan memulai mengetik untuk memberi balasan. “Okedeh klo untuk itu, tapi klo soal dia pengagum rahasia aku, aku ga mungkin salah lagi. Setiap pagi dia selalu letak coklat di laci meja.”

“Klo kamu gamau coklatnya, buat aku aja.” Bunga terkekeh.

“Klo soal itu kamu tanya langsung aja sama dia, apa maksudnya.”

“Haduh kalian ini, mau mengungkapkan rasa hati aja susahnya berlipat – lipat.”

Tania tampak kesal dengan respon Bunga, sepertinya temannya tersebut berbelok arah dari maksud percakapan mereka, ia memilih hanya mengirim stiker sembarang untuk balasan balik dan kembali melanjutkan membuka platfrom medsos lain.

***

Pemanasn udah mereka lakukan, kini saatnya untuk latihan bersama. Sementara itu pelatih yang mereka tunggu – tunggu juga belum datang, pelatih tersebut adalah salah satu warga di perum Jati Cemerlang dengan profesi polisi di lembaga POLDA, ia mengajukan diri dan didukung kesepakatan warga untuk membatu anak – anak mewakili perumahan mereka, kebetulan POLDA tersebut dulunya sempat bergabung di akademi sepakbola.

Kemampuan dasar bermain sepak bola harus dikuasai. Sambilan menunggu pelatih datang masing – masing mereka melatih kemampuan dasar seperti menggiring (dribbling), mengoper (passing), ada juga mencoba latihan menembak (shooting), lalu juga ada menyundul bola (heading), menimang bola (juggling) juga mereka lakukan, bahkan menghentikan bola (trapping), dan lemparan ke dalam (throw-in).

Teknik – teknik tersebut udah diajarkan pada pertemuan sebelumnya, dan setidaknya kini mereka bisa untuk sedikit mandiri melakukan teknik itu tanpa di awasi pelatih sekali pun.

Penulis (Akila Amanda Harke)